- Diberkati untuk Memberkati

Apa yang paling ku ingat dari Ibuku ?

Apa yang Paling Ku Ingat dari Ibuku ? ditulis oleh Made Teddy Artiana, S. Kom

(dipersembahkan untuk Ibuku tercinta)

Bagi beberapa orang yang mempunyai pengalaman kurang menyenangkan dengan sosok seorang ibu, pertanyaan diatas bisa jadi seperti menorehkan belati diatas luka yang tidak kunjung mengering. Anak-anak yang dibuang, mereka yang lahir namun tak diinginkan atau mereka-mereka yang menjadi saksi betapa ibu yang seharusnya menjadi malaikat, bisa saja berubah menjadi mahluk yang demikian mengerikan. Siapapun tahu, tidak mudah memang menyembuhkan luka yang diakibatkan oleh tangan seorang Ibu. (kiranya TUHAN menyembuhkan kalian)

Begitu juga bagi mereka yang sepanjang hidup ibu tercinta, pernah melakukan sebuah kesalahan fatal yang belum sempat ditutup oleh permintaan maaf, pertanyaan itu hanya akan didera perasaan berdosa berkepanjangan.

Ada juga segolongan orang yang bereaksi lain. Diam seribu bahasa. Bagi golongan ini, pertanyaan diatas akan terasa begitu membingungkan untuk dijawab, karena memang mereka -karena sesuatu dan lain hal- tidak cukup diberi kesempatan oleh takdir, untuk mengenal Ibu sejak masa kecilnya.

Tetapi bagiku pribadi, seseorang yang lahir dan dibesarkan dari seorang ibu yang luar biasa dan dididik dalam keluarga yang penuh kasih sayang, tidaklah terlalu sulit untuk mencarikan jawaban bagi pertanyaan diatas.

Paling tidak ada tiga hal yang paling kuingat dari ibuku (sebenarnya aku memanggilnya dengan sebutan "Mama"). Dari ketiga hal itu, tidak satupun yang berkaitan dengan prestasi ibuku sebagai pegawai negeri teladan di kantornya dulu.

(Ia mendapatkan sepeda jengki berkali-kali sebagai hadiah, dan ketika untuk ketiga kalinya ibuku mendapatkan sepeda yang itu-itu saja, kantor tempatnya bekerja menukarkannya dengan beberapa karung beras !! )

Atau dengan dengan kekuatan fisik ibuku. (Ia adalah pelari alamiah yang luar biasa, para Kowad/Polwan pun menyeganinya dan menggolongkannya sebagai bahaya laten seserius PKI.)

Cukup mengherankan, jika ibuku selalu keluar sebagai pemenang dalam sebuah lomba lari erobik, karena sama sekali tidak pernah kulihat ia berlatih lari setiap harinya. Usut punya usut –sebenarnya ini adalah bocoran dari tanteku - yang mengatakan bahwa kemampuan lari itu adalah akibat 'trauma masa kecil' ibuku.

Trauma masa kecil ? Bisa ya, bisa tidak.

"Sewaktu kecil", demikian tanteku bercerita,"Mama mu itu agak nakal, dan waktu akan dipukul oleh Oma pakai sapu, dia akan berlari sekencang-kencangnya keliling kampung, demi menghindari sabetan-sabetan Oma. Semua ini cukup sering terjadi, hingga seluruh kampung pun akan hafal, jika dia (Mamaku) dan Oma sedang berkejar-kejaran, mereka akan menanggapi hal itu biasa saja. Persis seperti matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Dan drama itu hanya akan berhenti jika dan hanya jika, Oma sudah terduduk kelelahan tak sanggup lagi berlari, sementara sapu atau kayu yang sedianya digunakan sebagai senjata, sudah terjatuh entah ditikungan keberapa".

Meskipun unik, tetapi bukan itu yang paling kuingat darinya.

Ketika aku akan merantau ke Jakarta, untuk kuliah, ia berpesan :

"Ingat ya Nak, mama ini tidak mungkin melihat segala sesuatu yang kau buat, tetapi TUHAN akan selalu melihatnya. Jika ingin sukses, takutlah selalu kepada-NYA. Tetapi jika karena kesalahan yang kau buat, TUHAN menghukum mu, mama ini tidak bisa apa-apa Nak !! Tidak ada satupun yang dapat membelamu jika DIA yang menghukum mu. Jadi semuanya itu tergantung kepadamu sendiri"

Itu yang pertama.

Nasehat itu membuat aku menjaga langkahku terhadap segala jenis pergaulan yang tidak sesuai dengan spirit nasehat ibuku. Anehnya, nasehat ibuku itu akan selalu terngiang-ngiang bukan hanya kala itu, tetapi sampai sekarang. Lima belas tahun setelah itu.

Sekarang yang kedua.

Setiap selesai membantu seseorang yang sedang dalam kesulitan dan ingin diberi hadiah karena jasanya. Ibuku, sebisa dan sesantun mungkin menolak. Selalu kalimat ini yang ia ucapkan sebagai alasan : "Biar berkatnya TUHAN jatuhkan ke anak-anak saya saja".

Seakan-akan, ibuku selalu berusaha mengumpulkan tabungan energi positif bagi masa depan anak-anaknya.

Dan yang ketiga adalah ketika aku memergoki Ibuku, tengah berdoa di kamarnya dan waktu itu aku mendengar namaku di sebut dalam doanya. Ini yang paling menggetarkan hatiku setiap aku mengenang nya dan tidak jarang membuat mata ini berkaca-kaca.

Entah kebetulan atau apa, pernah aku mendengar sebuah lagu yang sangat mirip syairnya dengan pengalaman pribadiku itu :

diwaktuku masih kecil, gembira dan senang

tiada duka ku kenang, tak kunjung mengenang

di sore hari yang sepi, ibuku bertelut

sujud berdoa ku dengar, namaku disebut

di doa ibuku, namaku disebut

di doa ibu kudengar, ada namaku disebut.

Nah itu dia ketiga hal yang telah diwariskan ibu kepadaku jauh-jauh hari, bahkan sebelum ia berpulang kepada-NYA.

Dan apapun itu, aku akan selalu berjuang sekeras-kerasnya, sehebat-hebatnya, habis-habisan bukan terutama untuk serangkaian sukses, status apalagi harta yang gemerlapan, tetapi lebih kepada menjadi manusia dengan akhlak seperti yang Ibuku inginkan. Karena akhlak -adalah satu-satunya- yang dapat dibanggakan oleh seorang ibu terhadap anaknya, dihadapan SANG PENCIPTA kelak.

Paling tidak, rahim yang melahirkanku, air susu yang mengalir dalam darahku, terlebih doa-doa yang melumuri diri dan hidupku, akan turut menjadi saksi kunci tentang manusia seperti apa aku ini pada akhirnya. (***)

what a wonderfull world !
Made Teddy Artiana, S. Kom

http://www.tripleclicks.com/10696298
http://www.sfi4.com/10696298/CB

http://www.armikopeoplesearch.ws

0 comments:

Post a Comment