- Diberkati untuk Memberkati

Dari Setback Menjadi Stepback

Ada kalanya, kita merasa bahwa dunia ini tak lagi ramah pada diri kita. Ia seperti menjadi musuh ganas yang menempatkan diri kita sebagai korban. Dan jika kita terjebak, maka cara pandang sebagai korbanlah yang mendominasi pikiran dan perasaan kita. *Dunia seperti mau kiamat!*

Bisnis lesu, penghasilan menyusut, pikiran berat dan kacau, perasaan tak karuan, tubuh serasa letih luar biasa, merasa serba salah, merasa berjalan di tempat, hilang akal, tak tahu harus bagaimana, dan sebagainya. Itu baru sedikit dari gejala mengalami dampak sebuah *setback*.

Kita merasa seperti terpenjara, tersudutkan, dan terhakimi oleh keadaan.
Kita merasa seperti orang yang paling menyedihkan di seluruh jagad raya.
Kita merasa bahwa di dunia ini, tak ada yang lebih menderita dari diri kita.
Dunia sudah seperti *neraka* yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!

Itukah yang sedang terjadi padamu wahai sahabat?

Prens, ketahuilah satu hal:

*"Makna Hidup Adalah Transisi"*

Maka yakinilah, bahwa apa yang tengah berlangsung dan sedang terjadi, adalah bagian dari *"proses normal"* dalam kehidupan. Ia menjadi "tidak normal" karena kita sedang menggunakan *"kacamata minus"*. Padahal, *mata-hati* yang sesungguhnya engkau miliki adalah yang terbaik yang dianugerahkan-Nya kepada dirimu.

Bagaimanakah caranya dikau bisa mengganti kacamata? Bagaimanakah menyikapi semua *setback* sebagai *stepback*? Bagaimana meyakini sebuah *kemunduran* sebagai bagian dari *kemajuan*?

*RUMUS DASAR*

*1. Perbanyak koleksi kacamata.*

Belajarlah lebih banyak. Setback adalah *tanda* terpenting bagimu untuk melanjutkan pelajaran, meneruskan bab iqro, dan memperdalam pengajian. Setback adalah *alasan* paling sah dan paling *valid* untuk mendudukkan diri kembali ke bangku sekolah kehidupan.

Sebagaimana lapar adalah alasan paling sah untuk makan. Sebagaimana mengantuk adalah alasan terbaik untuk tidur. Sebagaimana gatal adalah alasan paling benar untuk menggaruk. Sebagaimana *JATUH* adalah alasan terbaik untuk *BANGUN*.

*2. Mulailah meyakini ini:*

*"10% adalah fakta, 90% adalah penyikapan."*

Dikau boleh merubah proporsi itu, 20% : 80%, 35% : 65%, atau bahkan 49% : 51%, silahkan saja. Apa yang penting untuk matematika hidupmu, adalah *sikap > fakta*. Harus selalu begitu. Sebab jika tidak, apapun yang engkau perhitungkan tentang dunia ini, akan menyalahi semua hukum matematis alam semesta.

Jika dikau masih kurang yakin, bukalah kembali semua buku pelajaran dan sebuah wejangan dari orang bijak, mereka yang besar, dan tokoh-tokoh hebat yang dikau kenal. 100%, mereka bicara tentang ini.

*TEKNIK*

Ada banyak Prens, ini beberapa.

1. Perbaiki *bahasa jiwamu* saat ia bersenandung tentang dunia.

*"Ada kalanya, kita merasa bahwa dunia ini tak lagi ramah pada diri kita."*

"Tak lagi" katamu? Bukan Prens, dikau tak boleh memutuskan tali kehidupan dengan menjadi hakim yang menjatuhkan vonis mati dengan *finalisasi* seperti itu.

Yang benar adalah *"sedang"*. Maka, ia tak lagi menjadi *permanen*, ia hanya *sementara*.

*"Ia seperti menjadi musuh ganas yang menempatkan diri kita sebagai korban."
*

Kau mau terima itu, "korban"? Jangan lemahkan dirimu Prens. Dunia ini diciptakan *untukmu*. Dikaulah *raja* di dunia. Tunjukkan cerminan ke-Maha-an-Nya dalam diri mu. Engkau adalah wakil-Nya di sini bukan? Itu sebabnya statusmu adalah *Khalifah*.

*"Dunia seperti mau kiamat!"*

Siapa dirimu hingga engkau bisa mengira bahwa engkau punya kuasa untuk menentukan kapan kiamat harus terjadi? Kata-katamu, sesungguhnya adalah ungkapan dari bangkitnya kekuatan besar dalam dirimu. Sayangnya, ia telah *tergoda nafsu amarah* hingga ingin menjadi lebih besar dari Tuhan. Bukan begitu caranya membangkitkan *raksasa*. Sehebat apapun dirimu, tak akan bisa engkau menciptakan kiamat.

Bangkitlah dengan benar. Ini bukan kiamat. Dunia adalah arena permainanmu. Jangan jadi wasit, jadilah *pemain* yang bijak. Ketahuilah, Yang Maha Kuasa, sedang menunjukkan kekuasaan-Nya. Lebih buruk dari setback pun, adalah terlalu kecil bagi-Nya. *Terimalah* dulu. Pasrahkan dirimu di dalam * skenario-Nya*.

*"Dunia sudah seperti neraka yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!"*

Lagi, kamu siapa hingga boleh merasa sangat mengerti seperti apa itu neraka?

2. Sadarilah *makna* kehidupanmu. Hidupmu adalah *transisi*, bukan sesuatu yang statis dan tidak dinamis. Maka tak benar jika engkau menganggap bahwa dirimu sedang tak kemana-mana. Engkau sedang berjalan, dengan *perjalanan jiwa*. Engkau tetap melangkah, dengan hati yang tak boleh menjadi batu.

Transisi itu begini.

Jika tanah yang kau injak sedang melandai turun, adakah dikau tetap ingin mempertahankan ketinggianmu sekalipun dikau harus *melayang *di atas tanah?

Jika kemudian jalan setapakmu menanjak, adakah dikau juga tetap ingin mempertahankan ketinggianmu, sekalipun itu akan membenamkan kakimu hingga * terpaku* mati di situ?

Jangan! Tetaplah di permukaan. Sesuai dengan naik dan turunnya perjalananmu. Menarilah dengan iramanya.

Itu namanya *membumi*.

3. Untuk melompat lebih tinggi dan lebih jauh, ini pasti. Dikau harus mengambil *ancang-ancang* terlebih dahulu. Dan untuk itu, dikau harus *mundur dulu *satu atau dua langkah. Bahkan sering, dikau juga harus menekuk sedikit penopang tubuhmu, membungkukkan badan, menarik nafas dalam, memiringkan badan. Begitu bukan? Itu semua agar dikau tak keseleo atau patah tulang. Itu semua agar kekuatan jet-mu adalah cukup untuk take off.

Engkau hidup di sebuah tempat yang namanya bumi. Di situ, berlaku hukum alam yang disebut *gravitasi*. Hanya dalam hal khusus engkau bisa menafikannya. Tak perlu arogan dengan merasa seperti hidup di awang-awang, hingga begitu yakin tak perlu takluk pada hukum gravitasi.

Apa yang terjadi adalah *hukum alam*. Itu sebabnya, apa yang engkau rasakan kini sebagai setback, adalah *alami*. Maka jadikanlah kata sifat itu menjadi kata kerja, *"alami"* saja. Jalani saja, dengan fisik diam dan jiwa tetap bertualang.

Dunia fisikmu sedang perlu *beristirahat*, sebab jiwamu sedang *haus*. Reguklah dulu air kehidupan, lepaskan dahulu dahagamu dengan kebijaksanaan yang murni. Mata airnya, mengucur deras di dalam dirimu sendiri.

4. Ingatlah bahwa engkau hidup di dalam film indah tentang kehidupan. Dan Dia mengistimewakanmu, dengan tak hanya memberimu *peran*, melainkan mengangkatmu juga sebagai *sutradara*.

Keluarlah dari layar. Cuti sebentar dari posisi pemain. Duduk manis di bangku penonton, dan nikmatilah kisah hidupmu. Dari situ, engkau akan melihat *keseluruhan naskah* dari skenario. Maka temukanlah, bahwa apa yang sedang terjadi, hanya *sebuah babak* dari indahya seluruh cerita.

Percayalah, selalu ada bagian di mana engkau bisa menikmatinya dengan senyum dan tawa. Dan itu pasti terjadi, saat engkau mengingat semua ini, beberapa tahun dari sekarang.

5. Jangan jadi *serigala*.

Alkisah, seekor serigala melihat buah anggur yang sedap dan ranum. Ia sangat menginginkannya, sebab ia sedang bosan dengan lezatnya daging. Kali ini, ia mau mencoba kenikmatan baru, dan ia menginginkan anggur itu.

Ia melompat. Sekali, tak kena! Dua kali, tak kena! Tiga kali, tak kena!

Ia beristirahat sebentar dan menarik nafas, lalu mencoba lagi.

Empat kali, tak kena! Lima kali, tak kena! Enam kali, tak kena!

Ia kelelahan, lalu berdengus,

*"Huh! capek deh. Udahan ah. Ngapain. Lagian, paling-paling anggurasem dan sepat!"*

Ia pergi dan menyerah kalah. ia sudah terjangkiti penyakit. Namanya,*"Sour Grape Syndrome"*.

Prens, enam kali itu baru sedikit. Beristirahat sajalah dulu. Nanti dicoba lagi. Dan kali ini, *buang* matematikamu. Kembalilah ke *keyakinan*. Sebab ia lebih powerful dari kalkulator manapun. Maka tak akan berarti bagimu, apakah dikau harus melakukannya seratus atau seribu kali lagi.

Selagi engkau *yakin dan tak mau menyerah kalah*, maka engkau tak akan pernah gagal. Sebab gagal hanya ada jika engkau *berhenti*.

Yakinkah dikau bahwa dengan kesabaran, anggur itu tetap akan jatuh juga? Dan ke-Maha-an-Nya, akan membuat anggur itu jatuh di saat yang *paling tepat*; ketika ia di puncak kesegarannya dan engkau selalu berada di bawahnya. Tak akan makhluk lain yang akan memanennya, kecuali dikau sendiri. Jika engkau tinggal, dikau kembalipun anggur itu mungkin sudah busuk.

Isn't that a perfect timing?

Lebih mungkin, ini semua terjadi karena engkau sudah tak sabar ingin *"mengijon"*. Itulah yang membuatmu cepat lelah. Jangan Prens, segala sesuatu *ada waktunya*. Dan Dia lebih tahu tentang apa yang baik bagimu.

Dan ingat Prens, gravitasi masih berlaku di sini.

6. Akan tiba saatnya, dikau berubah menjadi kupu-kupu indah yang disukai dunia. Setelah dikau merasa sesak di dalam kepompong, dilanda sakit metamorphosis. Keluar, lihatlah sinar mentari yang baru, lalu terbanglah kemana engkau suka.

Saat dikau berhasil menggeser *setback* menjadi *stepback*, mulailah lagi perjalananmu dengan seluruh dirimu, dengan fisik dan dengan jiwamu yang telah segar dan bebas penat.

Tahukah dikau bagaimana dunia akan menyapamu saat itu?

*"Well comeback!"*

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.

0 comments:

Post a Comment