- Diberkati untuk Memberkati

China Tak Dapat Halangi Kebenaran

Nyanya Ren dan nyonya Zioang, adalah dua orang wanita penatua Kristen, yang terkejut mendengar bunyi ketukan di pintu, lalu mengintip melalui jendela dan melihat banyak pria, beberapa dengan seragam hitam polisi dan yang lain berpakaian preman. Pemerintah kota telah mengirimkan 2 kelompok polisi untuk menggerebek persekutuan doa mereka. Awalnya kami akan memberitakan kepada anda kisah kejadian yang menimpa dua wanita pemberani ini yang mengadakan persekutuan gereja rumah di China. Tetapi pemerintah China telah, tanpa disadari, memberitakan kampanye penganiayaan mereka secara terperinci yaitu dengan bangga menampilkannya di website milik Departemen Kebudayaan kejadian terperinci penggerebekan yang terjadi di rumah nyonya Ren pada 5 April 2009. Di bawah ini adalah laporan onlline yang kami ambil dari website mereka – sebelum pemerintah China akhirnya menghapusnya.

Terjemahan Dari Website
Laporan jaringan Xin Yang oleh Zuowei Li dan Hui Ye
“Sebuah tempat keagamaan ilegal dihancurkan oleh kantor PSB (Biro Keamanan Umum) Luo Shan Zi Lu bekerja sama dengan Regu Perlindungan Keamanan Dalam Negri. Jaringan ini melaporkan bahwa aru saja cabang Zi Lu dari kantor PSB kabupaten Luo Shan bekerja sama dengan Regu Perlindungan Keamanan Dalam Negeri berhasil menghancurkan tempat keagamaan ilegal dan menahan dua orang individu yang terhubung dengan kasus ini, menyita setumpuk buku keagamaan ilegal dan VCD. Pada pukul 9.30 pagi tanggal 5 April, direktur PSB, Hui Peng dari cabang Zi Lu, menerima laporan intelijen mengenai kegiatan yang berlangsung di jalan Feng Dian Nan yang merupakan wilayah hukumnya dimana organisasi misi yang tidak dikenal sedang mengadakan kegiatan penyiaran agama di rumah nyonya Ren. Direktur PSB, Hui Peng, memberikan perhatian penuh. Ia dengan segera menyampaikan laporan intelijen ini kepada Regu Perlindungan Keamanan Dalam Negeri kabupaten Lou Shan. Pemimpin regu, Xu Shui Li dengan segera memimpin regu elit untuk mendukung petugas kepolisian PSB. Pemimpin organisasi misi, nyonya Xiong ditangkap di kediaman nyonya Ren. Di waktu yang bersamaan, tiga buah buuku dipublikasikan keluar negeri dan 24 VCD bersama dengan 147 selebaran yang berjudul “Terang Kehidupan” dan Hymne Kehidupan” disita di tempat kejadian. Menurut laporan penyelidikan nyonya Xiong adalah seorang pensiunan di kota Lou Shan. Ia mengabarkan kekristenan setiap Minggu pagi di sekitar jalan Feng Dian Nan, tetapi tempat penyiaran agama ini tidak disetujui oleh badan yang berwenang yang mengawasi kegiatan keagamaan. Mereka juga nyata-nyatanya membeli buku-buku keagamaan cetakan luar negeri yang dibawa oleh pribadi-pribadi yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian ini adalah organisasi penyiaran agama ilegal. Sekarang kasus ini sedang diselidiki lebih jauh.”

Walaupun pemerintah China telah menghapus artikel ini yang menyombongkan penangkapan mereka, kami berhasil mengkopi dan menampilkan di website kami. Penggerebekan atas rumah nyonya Ren hanyalah contoh lain kejahatan pemerintah China yang berusaha membatasi informasi yang masuk dan keluar dari negara mereka. Mengekang media adalah salah satu cara lama rejim totaliter yang dipakai untuk mengawasi sasaran dan sudah tentu, pengabaran Injil. Diktator seringkali  membentuk badan-badan negara yang langsung di bawah kendali mereka seperti mlik Departemen Penerangan Publik Hitler dan Departemen Pusat Propaganda China (CPD) memastikan bahwa warga negara mereka hanya menerima informasi yang para diktator ini inginkan untuk rakyat mereka. Jika ada suatu pemikiran yang bertolak belakang dengan agenda yang didukung oleh pemerintah maka terserah kepada badan-badan ini untuk memastikan bahwa pemikiran tersebut tidak terpublikasikan, tidak dicetak dan diperlihatkan melalui media apapun. Bahkan di dalam jaman informasi cepat internet, China telah menggunakan keadidayaan ekonominya untuk meyakinkan perusahaan-perusahaan media besar seperti Google dan Yahoo! Untuk melakukan pensensoran di kedua mesin pencari ini di intenet.

Mengawasi media adalah cara yang ampuh untuk menghalangi demokrasi, kebebasan dan pertumbuhan kekristenan.

Pembatasan-pembatasan seperti itu seringkali menempatkan 100 juta orang Kristen di China yang tidak mengikuti gereja yang dimotori oleh TSPM (Gerakan Patriotik Tiga Kemandirian) di sisi yang melawan hukum di China. Buku-buku tertentu tidak diijinkan oleh TSPM, termasuk Alkitab, yang menjadi ilegal jika dimiliki oleh individu. Kepemilikan Alkitab yang adalah baik di negara bebas menjadi kejahatan dan dilarang oleh negara China. Ini termasuk segalanya dari pendistribusian Alkitab sampai kepada penempatan tulisan maupun gambar pada Twitter. Mereka yang melanggar hukum akan ditahan, dipenjara, diusik dan bahkan dilecehkan atau dianiaya. Usaha pemerintah China untuk mengendalikan semua media telah meningkatkan jalan lebar penganiayaan terhadap orang-orang Kristen China yang beribadah di luar gereja TSPM yang dikendalikan oleh Komunis.

Polisi Kebudayaan
Regu yang memimpin penyerangan tas rumah nyonya Renadalah regu yang berada di bawah otoritas sebuah unit yang relatif baru yang disebut Regu Pemeriksa Perdagangan Kebudayaan. Banyak regu-regu seperti ini dibentuk pada pertengahan 1990an. Kampanye-kampanye yang mereka mulai disebut Sao Huang Dafei atau “Menindak keras pornografi ilegal, pembajakan CD dan buku-buku.” Regu ini menganggap sejumlah besar Alkitab, lagu Kristen, dan traktat-traktat injil milik individu digolongkan sama sebagai pornografi. Ini adalah penggolongan yang sama digunakan oleh para pendahulu komunis di Eropa Timur dan Rusia dimana Alktiab dianggap sebagai racun seperti foto-foto terlarang.

Pemerintah China seringkali memberitakan secara terperinci aktivitas-aktivitas dari tindakan keras mereka di situ internet. Di situs internet lain milik pemerintah China kami menemukan sebuah laporan dari propinsi Xinjiang yang merupakan bagian wilayah otonomi Uyghur di barat laut China.

“Pada tahun 2007,” laporan itu mengatakan, “selama operasi khusus … kami sangat menekankan pada penyitaan buku-buku dan majalah-majalah politik dan keagamaan. Kami menyita 7 produk ilegal termasuk 2.200 media audio video.”

Penindakan terhadap media dan buku-buku terlarang telah menimbulkan penangkapan besar-besaran di China.

Komisi atas kebebasan Beragama Internasional Amerika (USCIRF) melaporkan bahwa t ahun lalu di 17 propinsi China, 764 pemimpin gereja Protestan dan jemaat gereja rumah ditangkap. Jumlah penganut Protestan dan Katolik “bawah tanah” yang ditahan mungkin ribuan. Asosiasi China Aid melaporkan bahwa pada tanggal 28 Nov 2008, Pendeta Zhang Mingxuan, pemimpin Aliansi Gereja rumah China, ditangkap dan dipaksa untuk menandatangani pembubaran aliansi ini. 17 orang Kristen yang berkumpul di rumah Pendeta Zhang juga ditangkap, tetapi akhirnya dibebaskan setelah adanya tekanan internasional.

Pengawasan meluas ke dalam gereja-gereja TSPM juga. Ketika pendeta-pendeta dari gereja TSPM yang didukung oleh pemerintah mencoba untuk menginjili atau mengadakan pertemuan dengan orang-orang Kristen di luar TSPM maka pemerintah China memberikan hukuman yang cepat. Suasana ini seperti pada abad ke 15 ketika Gereja Inggris, berkolusi dengan kerajaan, membunuh dan memenjarakan ribuan orang-orang Kristen, banyak dari mereka akhirnya melarikan diri ke tanah yang terbentang jauh yang disebut Amerika.

Sama halnya, bahwa pemerintah China berusaha mengendalikan warga negara yang beragama. Tetapi penganiayaan tidak menghentikan ledakan para petobat baru di China. Nyatanya, diperkirakan 100 juta orang-orang Kristen tidak terdaftar telah melampaui 73 juta anggota Partai Komunis. Orang-orang Komunis dan ‘gereja’ negara mereka enggan mengakui bahwa ada suatu ‘kuasa’ yang lebih besar di negara mereka, khususnya kuasa kekal yang membebaskan, melebihi kekuatan spiritual negara. Lebih dari itu, mereka yang menganiaya orang Kristen tidak dapat ‘menarik turun salib’ karena pengorbanan dan keselamatan Yesus termaterai di hati kita.

Tembok Besar
Pada abad ke lima para kaisar China membangun tembok raksasa untuk melindungi wilayah mereka yang luas terhadap musuh-musuh mereka dari utara. Pada abad 21, China membangun Proyek Tameng Emas. Dengan julukan China Firewall, merupakan poryek yang diprakarsai oleh Kementrian Keamanan Umum (MSP) yang mengawasi penggunaan internet di China, diantaranya juga tugas-tugas pensensoran. Dengan proyek ini pemerintah komunis dapat memblokir situs-situs seperti Twitter, You Tube dan Flickr, sementara mereka juga memaksa perusahaan-perusahaan besar mesin pencari di internet untuk memodifikasi kemampuan mesin pencari mereka. Para ahli mengatakan China menggunakan 30 ribu polisi untuk menjaga dan memonitor Proyek Tameng Emas, yang diperkirakan menghabiskan biaya US $800 juta. Warga negara China merasakan kekuatan MSP khususnya selama saat-saat sangat sensitif seperti waktu sebelum pembukaan Olimpiade Musim Panas atau bahkan pada bulan Juni 2009 ketika China Firewall memblokir Twitter sampai pada hari peringatan ke 20 tahun pembantaian di Lapangan Tiananmen.

Beberapa dari pengawasan ini dalam waktu yang singkat dihentikan selama berlangsungnya Olimpiade musim Panas 2008. Tetai satu tahun kemudian mereka kembali apda posisi semula. Menurut British Broadcasting Corporation, dari 2400 warung internet yang dibuka di Beijing musim panas lalu, 2370 telah di tutup.

Sebagai tambahan, China adalah salah satu dari beberapa negara yang “mengacak” gelombang radio di seluruh bagian negara mereka. Mengacak adalah menyiarkan suara bising elektronik dengan keras untuk “menimpahi” atau menutupi sebuah siaran. Pemerintah Rusia telah menghentikan perang pengacakan gelombang radio seperti ini pada tahun 1988. Proyek pengacakan gelombang radio sangat mahal biayanya karena proses pengacakan ini membutuhkan tujuh kali kekuatan sebuah gelombang elektronik untuk menimpali gelombang radio yang lain dengan gelombang suara bising. Tetapi di dalam negeri China orang-orang Kristen yang berani terus menyiarkan “gelombang” mereka sendiri dengan membagikan pesan Injil dari rumah ke rumah.

Alkitab = Penjara
Sebagai seorang murid Marx dan Lenin, pemimpin tertinggi komunis China mao pada tahun 1949 memaksa semua gereja masuk ke dalam ‘gereja Komunis’ miliknya. Tentara-tentara komunisnya membunuh, atau menganiaya dan memenjarakan semua pemimpin Kristen. Para misionaris asing yang tidak meninggalkan China dipenjarakan. Adalah tidak mengagetkan bahwa sebagian besar orang di China sekarang tidak mau dikuasai oleh gereja pemerintah, dilindungi dan dipaksa oleh pengikut-pengikut ajaran Marxis. Seorang Kristen pemberani yang melayani di luar kotak ateis ini adalah ‘Fa’ Zhou.

Suatu pagi pada tanggal 3 Agustus 2007, Fa Zhau sedang dalam perjalanan menuju gudang untuk mengambil beberapa buku pujian. Selama perjalanan telepon genggam Fa terus berbunyi.

 ‘Aku katakan kepada teman sepelayananku bahwa kita sedang dibuntuti,’ kata Fa. ‘Aku mencabut baterai telpon genggamku dan kami terus berjalan.‘ Setelah tiba di gudang, Fa dan temannya langsung mengeluarkan 96 kotak Alkitab. Lalu sekelompok polisi khusus berpakaian preman berjalan mendekatinya.

 ‘Barang apa ini?’ mereka bertanya. ‘Ini semua buku-buku,’ kata Fa. ‘Ayo ikut kami,’ kata mereka, sebelum mereka menyita semua 96 kotak yang berisikan Alkitab.

Ketika ia dibawa ke kantor polisi, petugas kepolisian melakukan penggeledahan di rumahnya. Mereka menyita semua majalah-majalah termasuk Alkitab, buku lagu pujian, buku bacaan rohani seperti How to Know the Truth dan Westminster Confession. Lalu polisi mengambil alih toko buku Kristen milik Fa. Mereka mengatakan kepadanya bahwa ia tidak diijinkan untuk menjual buku di sana, termasuk buku Rick Warren The Purpose Driven Life. Selama protes Fa, polisi menyita semua buku dan membawa Fa kembali ke penjara dimana mereka menginterogasi dia sampai pukul 11 malam.

‘Saya didorong masuk ek dalam sel dalam keadaan telanjang,’ kata Fa. ‘Mereka menyiramkan air dingin ke tubuhku dan itulah siraman air pertama atasku.’ ‘ketika mereka menyuruhku tidur di lantai, aku berdoa pada Tuhan untuk mengelurkan aku segera karena aku begitu lemah. Aku merindukan persekutuan dengan saudara dan saudari seiman di dalam Kristus. Aku berdoa, “Tuhan Engkau telah memampukan Petrus untuk bahkan berjalan keluar dari penjara. Tolong lakukan yang sama untukku.” Aku menggoncangkan pintu sel dan pintu itu tetap kokoh. Ada empat pintu lagi setelah itu. Pintu yang kelima bermuatan listrik.”

“Oleh karena itu aku mengubah doaku. Pertama aku berdoa untuk terjadi gempa bumi, tetapi aku ingat bagaimana Rasul Paulus dan Silas berdoa dan memuji Tuhan di penjara dantiba-tiba penjara runtuh. Aku berkata, “Tuhan, jangan biarkan penjara ini runtuh karena penjara ini lebih kuat daripada penjara Paulus. Penjara ini dibuat dari baja dan besi dan aku tidak akan selamat jika penjara ini runtuh.”

Akhirnya aku minta Tuhan untuk menenangkan aku. Aku berkata, “Tuhan Engkau mempunyai rencana terindah membawaku ke tempat ini, apa tujuan itu? Aku membaca mengenai Musa dalam Alkitab dan kisah hidupnya di padang gurun. Lalu aku memerhatikan tahanan yang lain di sel yang sama denganku yang seperti domba tersesat tanpa seorang gembala.

“Para tahanan tidak diijinkan untuk berbicara satu sama lain. Setiap gerakan sekecil apapun akan dimonitor dan anda akan dilaporkan oleh informan yang disusupkan di dalam sel. Oleh karena itu aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Lalu meskipun demikian aku mulai bersaksi pada anak remaja berusia 17 tahun, seorang pembunuh dari keluarga yang berantakan. Ia dipenuhi oleh kebencian.”

Aku mulai membagi-bagikan pakaian yang istriku tinggalkan untukku di pintu gerbang penjara. Awalnya satu orang petugas telah merogoh kantung-kantung pakaian itu dan mendapatkan secarik kertas, ia berkata, ‘Apa ini?’ Aku melihat tulisan di atas kertas itu yang berkata jangan takut aku akan bersamamu. Ini adalah kalimat yang diambil dari kitab Yesaya. Segera setelah aku membacanya petugas penjara mengambilnya, tetapi Tuhan sudah memampukan aku dan menghiburku. Aku tidak takut lagi. Aku tidak peduli apakah aku mati atau hidup, aku milik Tuhan.

Suatu kali sebuah drama seri televisi dari Korea Selatan diputar di blok sel kami. Di episode terakhir seorang sedang memainkan piano. Lagu yagn ia mainkan adalah “Amazing Grace!” Aku menonton dan mendengar dengan meneteskan air mata. Aku berkata, “Tuhan Engkau Allah yang Besar, Engkau bahkan menggunakan TV penjara untuk menghibur umatMu.” 

Suatu kali saat berjalan dengan tangan terantai menuju sel penjara, seorang pengunjung dari gerejaku menepuk pundakku dan berkata sambil berbisik, “Diberkatilah mereka yang dianiaya karena kebenaran.” Aku meneteskan air mata mengaku, “Tuhan aku tidak ada apa-apanya, mereka-mereka yang mencetak Alkitab itulah yang seharusnya memperoleh kemuliaan dan upah dari padaMu. Aku hanyalah penyalur dari Alkitab-Alkitab ini.”

Aku mengatakan kepada teman satu sel, ‘aku akan pulang ke rumah,’ tetapi tidak ada yang percaya kepadaku. Polisi berkata, ‘Oh kamu akan ikut kami ke “kampus”, yang maksudnya Kamp pendidikan ulang melalui kerja paksa. Mereka menyebutnya pusat penahanan. Setelah aku dibebaskan lebih cepat aku menyadari bahwa itu bukan hanya karena doaku tetapi juga orang-orang yang mengetahui kasusku di seluruh dunia, seperti pembaca buletin ini sekalian, yang saat ini berdoa untukku.’

Saudara Zhou dipenjarakan selama tujuh bulan. Ia terus melayani di wilayah otonomi Uyghur di barat laut China dimana Perjanjian Baru di dalam bahasa Uyghur sangat dilarang. Saudara Zhou menyatakan bahwa polisi menganggap Perjanjian Baru ini sebagai barang “yang lebih berbahaya daripada opium.” Ia benar.

Seperti nyonya Ren dan saudara Zhou, jutaan orang Kristen China menolak untuk tunduk pada organisasi keagamaan yang dikendalikan pemerintah seperti halnya para murid di dalam kitab Para Rasul yang menghadapi kekuatan Romawi dan Yahudi.

Semoga kita semua dikuatkan oleh saudara dan saudari yang mengingatkan kita bahwa kita semua adalah perantau. Salib yang tersegel di hati kita tidak dapat diinjak-injak oleh pihak yang berkuasa. Kita dapat dengan gembira ‘kehilangan’ segalanya, membahayakan diri, untuk memikul salib Kristus dengan mengetahui bahwa upah kita adalah kekekalan.

Sumber: Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Desember 2009

0 comments:

Post a Comment