- Diberkati untuk Memberkati

La Ilaha Illa Allah Part 2

Tanggapan dan Diskusi  

(T-1) 
Apakah sumber keimanan Nasrani itu berakar Arab atau Ibrani sehingga Alkitab menggunakan kata Arab "Allah'? Akar kita adalah Yudaik/Ibrani.

(D-1) 
Perlu disadari bahwa bahasa hanyalah alat komunikasi, dan tidak dapat menjadi ukuran kebenaran. Kata 'Allah' sekalipun berasal bahasa Arab sudah menjadi kosa-kata bahasa Indonesia karena bahasa Arab sudah dibawa saudagar Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII sebelum Kristen masuk pada abad XVI dan dalam pembentukan bahasa Melayu kemudian Indonesia banyak kata Arab dimasukkan termasuk kata Allah. Alkitab Melayu pertama (1629) sudah memuat kata Allah. Perlu disadari bahwa bahasa Arab berasal dari Nabatea Aram jadi termasuk rumpun bahasa Semitik. Sebaliknya kita tidak perlu mengkultuskan bahasa Ibrani, karena bahasa itu juga berkembang awalnya dari bahasa Aram kemudian ketika Abraham yang berbahasa ibu Aram masuk ke Kanaan, ia mengadopsi bahasa Kanaan. Ketika keturunan Israel menetap di Mesir, mereka masih disebut orang Aram (Ul 26:5) dan berbahasa Kanaan (Yes 19:18). Ketika umat israel bertambah banyak, dialek Kanaan-Arami dari keturunan Israel inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Ibrani, bahkan bahasa Ibrani Kuno (Ketav Ashurit) tidak lain adalah dialek Kanaan yang masih menggunakan abjad Kanani-Funisia (sejak abad XII SM) sebelum diganti dengan Ibrani Kitab Suci (Ketav Meruba) yang terpengaruh bentuk pesegi abjad Aram (masa Ezra abad-VI SM). Amanat Yesus (Mat 28:19-20) dan Pesan Pentakosta bukanlah kembali ke akar yahudi, tetapi 'Injil bagi bangsa-bangsa lain' (ta panta ethne) dan Roh Kudus sendiri menterjemahkan khotbah Petrus ke bahasa pendengar, termasuk Arab (Kis 2:11).

(T-2) 
Bahasa Ibrani adalah bahasa Semitik, maka karena bangsa Arab bukan keturunan Sem, bahasa Arab adalah bahasa Hamitik keturunan Kanaan keturunan Ham karena bangsa Arab adalah keturunan Ismael anak Hagar orang Mesir.

(D-2) Sejujurnya, dengan ukuran yang sama kita juga harus mengakui Ishak sebagai keturunan Aram karena ibunya Sara orang Aram, Israel (Yakub) pun anak Ribkah orang Aram (band. Ul 26:5). Pada D-1 sudah jelas bahwa bahasa Arab lebih dekat dengan bahasa Aram sedangkan bahasa Ibrani justru berkembang dari bahasa Aram bercampur Kanaan. Disini kelihatan bahwa bahasa Arab lebih dekat dengan Aram (band. elah/alaha dengan ilah/allah) daripada bahasa Ibrani yang merupakan campuran Kanaan-Aramik. Ingat Ismael menurut garis patriarchat adalah anak Abraham jadi termasuk semitik juga. Efraim dan Manasye disebut orang Israel sekalipun ibu mereka orang Mesir, demikian juga anak-anak Musa disebut orang Israel sekalipun ibu mereka orang Arab Median keturunan Ketura. Perlu juga diingat bahwa setidaknya ada 3 jalur nenek-moyang orang Arab selain dari Ismael, yaitu keturunan Ketura (Kej 25:1-4), keturunan Yoktan keturunan Eber (Kej 10:23-25), dan keturunan Aram, semuanya termasuk rumpun Semitik. Sekalipun bahasa Ibrani sangat diistimewakan kita perlu menyadari selain asalnya dari Kanaan-Aram, pada masa pembuangan zaman Ezra bahasa ini kembali banyak dipengaruhi bahasa Aram kemudian Yunani sampai kehadiran Islam pada abad VII dimana bahasa percakapan orang Yahudi Palestina adalah Arab karena Israel dijajah negara-negara berbahasa Arab (Mesir, Arab, Turki) selama 13 abad. Nama YHWH pun bukan asli Ibrani dan dianggap berasal akar kata Arab 'hwy' sedangkan ucapan Yahweh bukan ejaan Ibrani karena dalam bahasa Ibrani tidak ada ucapan huruf 'w.' Akar Yahudi/Ibrani sama halnya dengan akar Arab adalah Mesopotamia dimana nama pencipta langit dan bumi disebut El/Il.

(T-3) 
Kitab suci menyebut bahwa Ismael tidak boleh disebut keturunan Abraham, karena tertulis "yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak" (Kej 21:12).

(D-3) 
Menafsirkan Alkitab, jangan hanya sepotong dan mengartikannya secara harfiah di luar konteks. Kitab suci harus dibaca dalam kaitan konteksnya agar kita tidak memutar-balikkanartinya (band. 2 Ptr 3:14-16). Bacalah ayat ke-13, yang berbunyi: "Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu." (Kej 21:13). Pada pasal 25 baik Ishak maupun Ismail disebut 'anak Abraham': "Inilah keturunan Ismael, anak Abraham, yang telah dilahirkan baginya oleh Hagar, perempuan Mesir, hamba Sara itu. . Inilah riwayat keturunan Ishak, anak Abraham." (Kej 25:12,19), dan jauh sesudahnya keduanya tetap disebut anak Abraham: "Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael." (1 Taw 1:28). Kalau kita berbicara mengenai bangsa, dalam masyarakat patriarchat hal itu ditentukan oleh keturunan darah-daging dari garis ayah, jadi yang dimaksudkan dalam Kej 21:12 adalah keturunan 'Perjanjian': "Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga." (Kej 17:20-21). Rasul Paulus menyebut Hagar, ibu Ismael, sebagai Gunung Sinai di tanah Arab yang melahirkan anak darah-daging Abraham." (Gal 4:21-31).

(T-4)
Artikel menyebut bahwa 'Allah dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam, ada samanya, bukankah ketiganya berbeda karena pengakuan Al-Quran menyebut 'Allah itu Dzat' ?

(D-4)
Akan jelas bila merenungkan peristiwa 'Abraham mengorbankan anaknya.' Kisah ini tertulis dalam Tanakh (PL, Kej 22:1-2. Dalam agama Yahudi dirayakan sebagai 'Akedah'), dalam Perjanjian Baru (Ibr 11:17, lihat ayat 17-19), dan dalam Al-Quran (QS 37:102, baca juga 99-113. Di kalangan Islam setiap tahun dirayakan sebagai 'Idul Adha'). Ketiganya ada kesamaannya dan ada ketidak samaannya. Kesamaannya, ketiganya menyembah El/Theos/Allah yang sama, dan tokohnya bernama Abraham (PL+PB) dan Ibrahim (Al-Quran). Ketidak samanya adalah ajaran/akidah yang berkembang darinya, yaitu PL dan PB mengakui anak yang dikurbankan adalah Ishak, sedangkan Al-Quran tidak disebut siapa nama anak itu (sekalipun dalam ay. 112-113 ada petunjuk mengenai Ishak, tradisi islam menganggap Ismail yang dikorbankan karena ia anak sulung). Sedang perbedaan antara Tanakh dan PB adalah bahwa dalam PB, peristiwa itu merupakan typos pengorbanan Anak Allah yang mencurahkan darahnya di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia, hal ini tidak diakui agama Yahudi. Jadi, tidak ada salahnya dengan nama 'El/Theos/Allah' karena dalam bacaan itu ketiganya tertuju pada sesembahan Abraham yang mencipta langit dan bumi, yang berbeda adalah ajaran/akidah mengenai El/Theos/Allah yang sama itu.

(T-5)
Coba tunjukkan kalau dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ada sebutan bahwa Tuhan itu bernama 'Allah.'

(D-5)
Kalau secara eksplisit memang tidak ada kata 'Allah' karena Allah adalah bahasa Arab (yang kemudian diterima sebagai kosa-kata bahasa Indonesia), sedangkan Alkitab PL aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani + Arami, sedangkan PB aslinya ditulis dalam bahasa Yunani + sedikit istilah Ibrani, Latin, dan Aram. Namun padanannya ada, yaitu dalam PL dalam kitab Ezra (Ezra 4:8 - 6:18;7:12-26) dan Daniel (Daniel 2:4 - 7:28) yang ditulis dalam bahasa Aram, El/Elohim/Eloah menjadi Elah/Alaha. Dalam PB, dikayu salib, Yesus berseru nama 'El' dalam bahasa Aram (Mat 27:46; Mrk 15:13). Bahasa Arab adalah cabang bahasa Semitik dimana El/Il menjadi Ilah/Allah, dan ada indikasi bahwa bahasa Arab berkembang dari bahasa Nabati-Aram (Inskripsi Lihyan abad-VI SM mengindikasikan nama 'Allah' berasal 'Alaha' Aram). Dalam Alkitab dalam bahasa Arab, El/Elohim/Eloah diterjemahkan Allah, sebaliknya dalam Al-Quran dalam bahasa Ibrani Allah diterjemahkan Elohim (Al-Qur'an Tirgem Avrit). Sebaliknya juga, dalam naskah asli PB juga tidak ada nama YHWH, yang ada hanyalah 'Haleluya' di Wahyu 19, itupun namanya 'Yah' dan merupakan 'nyanyian pujian.'

(T-6) 
'Allah' adalah nama diri dewa pengairan Arab sebelum Islam, seperti dalam kutipan: Nama 'Allah' telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyukan" (Ensiklopedia Islam, hal. 23); "ALLAH adalah nama DEWA bangsa Arab, yg mengairi bumi" (Passing Over, Muh. Wahyuni Nafis 1998, hal 85), dan "ALLAH adalah nama DEWA yg disembah penduduk MEKKAH" (Agama Manusia, kata pengantar Djohan Effendi, 1985, hal 258).

(D-6) 
Baik Ensiklopedia Islam maupun umum yang ditulis pakar Islam menyebutkan bahwa 'Allah' adalah kontraksi al-Ilah' yang ditujukan kepada pencipta langit dan bumi, sesembahan Ibrahim, dan sama halnya dengan 'elohim' yang bisa untuk menyebut 'pencipta langit dan bumi' atau 'dewa,' demikian juga 'ilah.' Dalam hubungan dengan kutipan yang ditonjolkan, kembali kita perlu sadar bahwa suatu kalimat tidak bisa dicomot lepas dari konteksnya dan ditafsirkan secara harfiah begitu saja. Marilah kita simak ayat selengkapnya (yang digaris dicomot disini digaris-bawahi):
"Kata 'Allah' merupakan sebuah nama yang hanya pantas dan tepat untuk Tuhan, yang melalui kata tersebut dapat memanggil-Nya secara langsung. Ia merupakan kata pembuka menuju Esensi (hakikat) ketuhanan, yang berada di balik kata tersebut bahkan yang tersembunyi di balik dunia ini. Nama 'Allah' telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyukan; misalnya nama Abd al-Allah (hamba Allah), nama Ayah Nabi Muhammad. Kata ini tidak hanya khusus bagi Islam saja, melainkan ia juga merupakan nama yang, oleh ummat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja Timur, digunakan untuk memanggil Tuhan." (Ensiklopedia Islam, hlm.23). Baca juga: "Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah 'hunafa' (tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail. Menjelang abad ke-7, kesadaran agama Ibrahim di kalangan bangsa Arab ini telah menghilang, dan kedudukannya digantikan oleh pemujaan sejumlah berhala ... dalam waktu 20 tahun seluruh tradisi Jahiliyyah tersebut terhapus oleh ajaran Tuhan yang terakhir, yakni Risalah Islam" (Ibid, hlm.50-51).
"Kata "Allah" sendiri sudah dikenal; jauh sebelum Islam lahir di Arab. Namun "Allah" dalam pengertian orang pra Islam itu berbeda dengan "Allah" dalam Islam. Menurut Winnet, seperti dikutip oleh al-Faruqi dalam The Cultural Atlas of Islam, Allah bagi orang-orang Arab pra-Islam dikenal sebagai dewa yang mengairi bumi sehingga menyuburkan pertanian dan tumbuh-tumbuhan serta memberi minum ternak. Islam datang dengan mengubah konsep Allah yang selama itu diyakini oleh orang Arab. Yaitu Allah dalam Islam dipahami sebagai Tuhan yang Maha Esa, tempat berlindung bagi segala yang ada, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Juga tidak ada satu apa pun yang menyerupai-Nya. Maka ia pun meyakini Tuhan sebagai Pencipta langit dan bumi serta segala yang ada ini. Tergolonglah Ibrahim sebagai penganut agama hanif yang terbebas dari kemusyrikan (menyekutukan Tuhan)" (Passing Over, Muh. Wahyuni Nafis 1998, hal 84-85,87)
"ALLAH adalah nama DEWA yang disembah penduduk MEKAH. Secara harfiah, Allah berarti "Tuhan yang Satu dan pasti Satu". Bukan suatu Tuhan, karena hanya ada satu Tuhan. Tuhan Yang Esa. Tuhan kemudian menciptakan dunia, dan sesudahnya manusia. Siapakah nama dari manusia pertama ini? Adam. Keturunan Adam kemudian sampai kepada Nuh, yang mempunyai seorang putra yang bernama Shem. Dari sinilah asal-usul kata "Semit". Seorang Semit secara harfiah berarti seorang keturunan Sem. Seperti juga halnya dengan orang Yahudi, orang Arab memandang dirinya sendiri sebagai kaum Semit. Keturunan Shem dapat ditelusuri sampai kepada nabi Ibrahim, dan kita masih dapat menemukan adanya suatu tradisi yang sama". (Agama Manusia, kata pengantar Djohan Effendi, 1985, hal 258, 255).
Pembacaan secara lengkap dengan mengerti konteksnya menghasilkan pengertiannya berbeda tetapi lebih luas, yaitu bahwa 'Allah adalah Pencipta Langit dan Bumi yang dipercayai oleh Ibrahim dan diteruskan oleh penganut Hanif dan juga dipakai oleh gereja-gereja Arab Kristen. Pada masa pra-Islam (jahiliah) di Arabia, pengertian itu merosot ditujukan kepada dewa pengairan, tetapi Islam mengembalikannya kepada kepercayaan Hanif yang sesuai dengan iman Ibrahim. Sebaliknya, YHWH pun ada masanya disembah sebagai dewa anak lembu emas (Kel 32:1-5; 1 Raj 12:28), ini tentu tidak bisa disimpulkan bahwa YHWH nama berhala. YHWH dan Elohim juga sering merosot ditujukan dan disembah bersama dewa Kanaan bernama Baal (Hak 8:33; 1Raj 10:18; Yer 2:8) dan juga Asyera (2 Rj 23:7). Adalah menyesatkan kalau teologi dibangun dari sepotong kalimat yang dicomot lepas dari koteksnya yang ditafsirkan secara harfiah.

(T-7) 
Yahweh nama diri Tuhan sedangkan El/Elohim/Eloah adalah sebuah gelar, jadi nama Yahweh tidak boleh diterjemahkan.

(D-7)
Bila kita mempelajari penggunaan dalam Perjanjian Lama, El/Elohim/Eloah banyak juga digunakan sebagai nama diri bahkan sebagai pengganti YHWH, sebagai contoh, bandingkan 'YHWH, Elohe Yisrael' (Kel 32:27; Yos 8:30) dengan 'El, Elohe Yisrael' (Kej 33:20). Sebaliknya YHWH juga tidak murni nama diri. Banyak yang mengemukakan bahwa YHWH adalah kependekan 'Ehyeh Asher Ehyeh,' ada juga yang menyebutkan bahwa YHWH berasal akar kata 'hayah' atau bahkan akar kata Arab 'hwy.' YHWH sendiri berasal dari Sinai (Ul 33:2; Hak 5:4) tempat suku Arab Median keturunan Ketura, sedangkan sebutan Yahweh tidak berbau Ibrani karena dalam bahasa Ibrani tidak ada ucapan huruf 'w.' YHWH sendiri semula ditulis dalam aksara Kanani-Funisia dan pada masa Musa ketika nama itu diwahyukan (Kel 6:1-2) diragukan bahwa bahasa Ibrani sudah dibakukan.

(T-8)
'Barangsiapa yang berseru kepada nama YHWH akan diselamatkan' (Yl 2:32), karena itu kita harus menyebut nama YHWH karena keselamatan ada dalam nama itu.

(D-8) Sekalipun ada ayat yang bila ditafsirkan secara harfiah seakan-akan begitu, ternyata sejarah menunjukkan lain, soalnya ejaan YHWH sudah tidak dikenal, karena itu agar tidak mengucapkannya sembarangan (Kel 20:7) maka sejak masa Ezra (abad VI SM) orang Yahudi tidak lagi menyebut nama itu melainkan mengejanya dengan nama 'Adonai' atau 'Ha-Syem' dan hanya Imam Besar (Kohen Gadol) yang bisa mengucapkannya setahun sekali sebanyak 10 kali selama upacara Yom Kippur. Ketika di Pembuanganpun orang yahudi sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga perlu diterjemahkan ke bahasa Aram. Bagian kitab Ezra (Ezra 4:8 - 6:18; 7:12-26) dan Daniel ( Dan 2:4 - 7:28) ditulis dalam bahasa Aram tanpa menyebut nama YHWH melainkan nama elah/alaha. Pada abad III - II SM, Tanakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh 70 tua-tua Israel (Septuaginta) yang diutus Imam Besar di Yerusalem, dimana YHWH diterjemahkan dengan Kurios, hal mana diikuti Perjanjian Baru Yunani, dan kemudian ke bahasa-bahasa lain seperti Inggris (LORD) dan Indonesia (TUHAN). Dari terjemahan demikianlah kekristenan sepanjang abad berkembang dan diberkati Tuhan, karena itu, yang dipertanyakan adalah apakah 'Tulisan huruf nama itu atau pribadi dibalik Nama itu' yang harus dikuduskan? Dalam naskah asli Perjanjian Baru, ayat Yl 2:32 ditulis dalam bahasa Yunani sebagai 'berseru dalam nama KURIOS' (Rm 10:13), demikian juga disebutkan dalam Kisah Para Rasul bahwa 'tidak ada keselamatan diluar IESOUS' (Kis 4:12). Jadi bukan nama dan sebutan harfiah YHWH, KURIOS, atau IESOUS yang menyelamatkan tetapi kasih karunia dari pribadi dibalik nama itu yang harus ditaati dengan dilakukan kehendak-Nya (Mat 7:21)!

(T-9) 
Dalam kitab Wahyu (19) ada seruan pujian 'Heleluya' menunjukkan bahwa nama Yah(weh) itu kekal dan harus tetap disebut.

(D-9) 
Benar bahwa Wahyu 19 menyebut 'Haleluya' (Terpujilah Yah), kata itu adalah nyanyian pujian (dalam Tanakh hanya ada dalam Mazmur). Di bagian lain Perjanjian Baru ada ucapan pujian 'Terpujilah Theos' (2 Kor 1:3; Efs 1:3; 1 Ptr 1:3) dan dalam Perjanjian Lama 'Terpujilah Elohim' (Mzm 66:20; 68:36) dan 'Terpujilah Elaha' (Dn 3:28, bagian ini ditulis dalam bahasa Aram). 'Terpujilah Yah, sejajar dengan Theos (yunani)/Elohim (ibrani)/Elaha (aram) yang diterjemahkan 'Terpujilah Allah' (bahasa Arab/Indonesia). Al-Quran bahasa Ibrani, Allah diterjemahkan Elohim (Al-Qur'an Tirgem Avrit), sebaliknya Tanakh bahasa Arab, Elohim diterjemahkan ilah/Allah.

(T-10) 
Penyanyi A.M dicekal di Malaysia karena menyanyikan lagu 'Allah,' bukankah ini menunjukkan bahwa Allah itu nama Tuhannya agama Islam? Jangan sampai Tuhan menggunakan tangan orang lain, baru menuruti perintahnya.

(D-10) Di Malaysia memang ada sekelompok muslim yang meng'klaim' bahwa Allah itu nama Tuhan mereka dan berusaha melarang orang Kristen/Katolik menggunakan nama itu. Puncaknya, majalah Katolik 'The Herald' dituntut di pengadilan karena majalah itu menggunakan nama 'Allah' dalam edisi Melayu dan dituduh menarik banyak melayu muslim masuk katolik/kristen. Bulan Februari 2009 akhirnya pengadilan memutuskan bahwa 'The Herald' boleh tetap terbit seperti biasanya dengan alasan bahwa 'Nama Allah sudah digunakan orang Kristen Arab jauh sebelum agama Islam lahir' (sejak zaman kuno inskripsi berisi tulisan Arab sudah memuat al-Ilah = Allah dan penggunaannya dipertukarkan termasuk penggunaannya di kalangan Kristen Arab). Perlu disadari bahwa Alkitab melayu pertama (1629) sudah menggunakan nama Allah dan sekarang 'United Bible Society of Malaysia' menerbitkan Alkitab bahasa Melayu yang menyebut nama Allah. Memang ini gejala baru dimana kalau di Timur Tengah mereka yang berbahasa ibu Arab baik yang beragama Islam, Yahudi atau Kristen, menggunakan nama itu bersama-sama untuk menunjukkan kepada 'sesembahan Abraham yang mencipta langit dan bumi' dan tidak mempersoalkannya, aneh kalau sekarang ada orang di Malaysia dan Indonesia yang merasa berhak dan memaksakan kehendak untuk mengatur mana yang benar dan mana yang salah dalam bahasa Arab, bahasa yang bukan bahasa mereka. Muhammad & Al-Quran sendiri mengakui kebersamaan itu:
"(Yaitu) orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mereka mengatakan: Tuhan kami Allah. Jikalau tiadalah pertahanan Allah terhadap manusia, sebagian mereka terhadap yang lain, niscaya robohlah gereja-gereja pendeta dan gereja-gereja Nasrani dan gereja-gereja Yahudi dan mesjid-mesjid, di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa". (QS 22:40)
Karena ayat itu ditulis semasa kelahiran Islam, maka tentulah penggunaan nama 'Allah' di sinagoga Yahudi dan gereja Nasrani sudah lama terjadi sebelumnya. DiIndonesia nama Allah sudah digunakan oleh umat Kristen sejak agama Kristen masuk ke Indonesia pada abad XVI karena nama itu sudah tiga abad digunakan dan diserap mahasa Melayu. Apakah kasus Agnes merupakan petunjuk bahwa 'Tuhan menggunakan tangan orang lain?,' rasanya orang Malaysia (karena ketakutan menjadi pengikut Kristus) justru melanggar kehendak Tuhan, soalnya Tuhan memperkenankan orang Arab (baik yang beragama Yahudi, Kristen maupun Islam) sejak bangsa Arab lahir untuk menyebut nama dirinya dengan dialek Arab 'Al-Ilah/Allah' maka apa hak mereka mengatur Tuhan yang memiliki nama itu? Bahkan, tidak dapat disangkal Roh Kudus sendiri menerjemahkan khotbah Petrus tentang 'Alaha/theos' menjadi nama 'Allah' yang didengar orang Arab (Kis 2:11). Kehendak politik sekelompok orang fanatik tidak bisa menentukan dan mengatur bahasa Arab sedangkan orang Arab sendiri yang punya bahasa itu tidak mempersoalkannya. Sekalipun penduduk Indonesia mayoritas menganut Islam, Agnes menyanyikan lagu yang sama di Indonesia dengan bebas, soalnya orang islam di Indonesia sudah cukup dewasa untuk menggunakan nama itu bersama-sama dengan umat Kristen selama 5 abad.

Salam kasih dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Sumber: www.yabina.org

0 comments:

Post a Comment