Steve Paul Jobs (lahir 24 Februari 1955 dan meninggal 5 Oktober 2011) diakui sebagai inovator yang telah banyak menginspirasi orang-orang muda lain di dunia. Ketika belajar di sekolah menengah di Cupertino, Steve memanfaatkan waktu luang untuk menghadiri perkuliahan di The Hewlett-Packard Company di Palo Alto. Saking sering hadir di sana, dia menjadi terkenal, hal ini menyebabkan dia direkrut sebagai summer student. Di sanalah, pada usia baru 13 tahun, Jobs bertemu Stephen Wozniak sesama karyawan paruh waktu di musim panas. Keduanya segera menjadi konco pret dan tidak lama kemudian Jobs mulai membantu Wozniak menjual penemuannya yang ilegal—karena dapat dipasang pada telepon untuk digunakan menelepon jarak jauh tanpa harus membayar. Di samping itu Jobs juga memanfaatkan waktu luangnya untuk memperbaiki dan menjual sistem stereo.
Setamat sekolah menengah tahun 1972, Jobs kuliah di Reed College, Portland, Oregon, tapi dia segera menyadari tidak berminat mencapai gelar sarjana. Hanya bertahan satu semeter, Jobs berhenti. Walaupun demikian, dia bertahan selama setahun dengan hanya mengikuti mata kuliah filosofi, fisika, dan sastra. Dua tahun kemudian Jobs kembali ke California dan bergabung dengan klub pehobi komputernya Wozniak (The Homebrew Computer Club). Selain itu, Jobs mulai bekerja sebagai teknisi di Atari, perusahaan yang waktu itu memproduksi video games.
Bekerja di Atari memungkinkan Jobs menabung cukup uang sehingga dia dapat jalan-jalan ke India bersama seorang teman dari masa kuliah di Reed College, Daniel Kottke—kemudian menjadi karyawan pertama Apple. Sekembalinya ke California, Jobs mendapat tawaran dari Atari untuk membuat atau lebih tepatnya menciptakan semacam papan sirkuit yang akan diinstal pada mesin permainan "The Game Breakout". Karena kurang paham tentang papan sirkuit, Jobs mengajak Wozniak bekerja sama. Singkat cerita, pengalaman bekerja sama di Atari ini berlanjut sebagai bibit yang menumbuhkan pohon "Appel", sebuah perusahaan yang paling sukses dan revolusioner di abab ke-20.
Pelajaran Yang Dapat Dipetk Dari Perjalanan Hidup Steve Jobs
Bila kita memanfaatkan sudut pandang NeuroLogical Levels, saya menemukan ternyata lebih mudah belajar dari pengalaman hidup dan filosofi seseorang. Mari kita mulai dari level environment (lingkungan):
Environment (Lingkungan)
Referensi lingkungan adalah kesempatan atau hambatan. Kesempatan bagi seorang bisa menjadi hambatan atau ancaman bagi orang lainnya. Ketika Jobs memutuskan untuk berbisnis, dia tidak meributkan apa yang tidak dipunyai, tapi fokus pada apa yang ingin diperbuat. Jobs tidak memiliki keterampilan merancang papan sirkuit, namun dia memiliki kejelian mata yang tidak dimiliki Wozniak yang ahli merancang komputer. Maka melihat komputer ciptaan Wozniak yang pertama, Jobs segera memikirkan rencana marketingnya.
Tidak memiliki modal bukan masalah pula, Jobs menjual mobil VW-nya dan Wozniak menjual kalkulator yang dapat diprogram ciptaannya. Setelah terkumpul modal US$ 1,300 dan menggunakan kamar tidur dan garasi Jobs, keduanya membangun komputer personal Apple I. Hanya dalam waktu seminggu Apple Company berdiri dan mereka berhasil menjual 50 unit Apple I. Semua hambatan di lingkungan teratasi dan sukses demi sukses menyusul sebagai "upah" atas usaha mereka. Dan saat itu Jobs baru berusia 21 tahun.
Behavior (Perilaku):
"The only way to do great work is to love what you do. If you haven't found it yet, keep looking. Don't settle."
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Jobs memilih melakukan apa yang dicintainya. Hal yang sama dilakukannya adalah meninggalkan apa yang tidak diminatinya seperti DO (drop out) dari kuliah. Menurut pengakuannya, putus kuliah sempat menakutkan baginya, tapi dia tidak ingin membuang-buang waktu melakukan sesuatu yang tidak dia sukai. Setelah meninggalkan bidang studi utama, Jobs mengikuti kursus kaligrafi di mana dia belajar tipografi Serif dan San Serif. Pada saat mempelajarinya, Jobs belum tahu akan dimanfaatkan di mana keterampilan tersebut, namun seperti yang dikatakannya: "…suatu ketika titik-titik dapat dihubungkan…" dan benar saja, 10 tahun setelah mempelajari kaligrafi, di saat merancang The Mac, Jobs mampu menggabungkan font tersebut ke dalamnya dan menghasilkan tipografi komputer yang sangat bagus.
Orang besar sering membuktikan kebesarannya pada saat sedang terjatuh di lembah kegagalan. Hal itu dialami juga oleh Jobs, dan dia membuktikan bahwa dia dapat bangkit kembali. Pada usia 30 tahun, Jobs didepak keluar dari perusahaan yang didirikannya sendiri oleh BoD di bawah pimpinan John Scully, mantan CEO Pepsi Cola. Sebagai manusia, Jobs sempat merasa terpuruk, malu di hadapan publik atas kegagalannya. Namun pelan-pelan, Jobs bangkit, dia boleh saja kehilangan perusahaannya, pekerjaannya, tapi dia masih memiliki sesuatu yang sangat berharga, semangat. Dengan itu dia memutuskan untuk memulai dari awal. Dia menciptakan NeXT dan Pixar yang sekaligus membuka jalan pulang baginya ketika NeXT akhirnya diakuisisi Apple Company. Atas pengalaman tersebut Jobs dikutip mengatakan: "I didn't see it then, but it turned out that getting fired from Apple was The best thing that could have ever happened to me," Bagaimana bisa menjadi hal terbaik ketika dia dipecat? Jobs menjelaskan: "It freed me to enter one of The most creative periods of my life."
Jelas sekali, Jobs menjadi besar bukan karena nasib baik semata atau anak geng yang beruntung, tapi dia selalu terbuka untuk belajar dari pengalaman. "It was awful tasting medicine, but I guess The patient needed it," kata Jobs. "Sometimes life hits you in the head with a brick. Don't lose faith."
Capability (Kemampuan):
Kisah sukses Jobs adalah kisah sukses Silicon Valley yang menggiurkan, tapi kisah yang tidak diceritakan—kisah kegagalan—lebih banyak lagi. Sejak usia dini, Jobs belajar membuat sesuatu, melatih tangannya untuk menciptakan sesuatu. Ketika remaja lain lebih suka dugem alias hang out and do nothing, Jobs menghabiskan waktu luangnya dengan mengikuti perkuliahan di The Hewlett Packard hingga dia direkruit sebagai tenaga kerja paruh waktu.
Banyak orang ingin memulai bisnis dan sebab itu mencari-cari dan bertanya-tanya apa yang seharusnya dilakukan, Jobs melatih dirinya menciptakan peluang, terutama menciptakan pasar bagi suatu produk. Begitu mengetahui Wozniak baru saja menciptakan sebuah komputer, Jobs langsung memikirkan cara memasarkannya. Jobs bermimpi dan merasa wajib untuk mewujudkan impiannya.
Mungkin tidak banyak orang yang mengetahui cara Jobs untuk terus-menerus "memeras" ide dari kepala-kepala stafnya, ya dia mengharuskan timnya berargumentasi atau dipecat. Setiap ide harus dites dengan argumen dan argumen hingga semua orang setuju bahwa ide tersebut dapat dilaksanakan. Cara argumentasi ini terbukti sangat efektif dan hemat biaya. Bayangkan, salah-satu pesaingnya, IBM harus membelanjakan 100 kali lipat untuk R&D. Bagi Jobs, keberhasilan inovasi tidak ada hubungannya dengan ketersediaan dana atau jumlah yang diinvestasikan. "Tidak ada hubungannya dengan uang sama-sekali. Inovasi berhubungan dengan orang-orang yang ada di perusahaan anda, bagaimana anda memimpin mereka menentukan apa yang akan anda peroleh." kata Jobs menegaskan.
Jobs adalah seorang jenius di bidang pemasaran yang mampu berpikir kreatif dan dengan demikian melihat peluang dari segala sudut. Sebagai contoh, pada tahun 2003, iTunes untuk Windows diluncurkan, Jobs mengandeng Pepsi dan AOL untuk melancarkan kampanye besar-besaran. Dalam satu event di San Francisco, Jobs menghadirkan sederetan selebriti yang berpenampilan modern, keren untuk mengendors produk tersebut. Dari U2's Bono sampai Dr. Dre sampai Mick Jagger, Jobs memahami bagaimana membuat iTunes menarik bagi kaum muda. Malam kampanye itu ditutup Sarah McLachlan membawakan dua lagu hitnya yang bisa diunduh secara ekslusif oleh pengguna iTunes. Kampanye ini memperlihatkan visi Jobs bahwa komputer adalah sesuatu yang sangat menarik dan kreatif serta kemampuannya merangkul masa.
Bagaimana Jobs dapat terus berinovasi? Ternyata pada saat dia berusia 17 tahun, dia pernah membaca suatu kalimat bijaksana yang mengatakan: "Jika anda menghadapi setiap hari baru seakan-akan itu merupakan hari terakhir anda di dunia, pastinya akan terjadi demikian suatu hari." Sejak itu, Jobs setiap pagi berdiri di depan cermin dan bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukannya pada hari terakhirnya di dunia ini? Jawabannya seringkali tidak, dan begitu banyak jawaban "tidak" maka Jobs tahu dia harus melakukan suatu perubahan, melakukan suatu hal baru.
Values and beliefs:
Nilai-nilai dan keyakinan adalah bahan bakar di balik semangat, dan secara spesifik apa yang dapat kita pelajari dari seorang Steve Jobs?
Tidak ada yang sepele, meskipun itu masih berupa titik-titik, dan Jobs mengajak kita untuk percaya bahwa suatu saat, titik-titik akan tersambung menjadi garis-garis. Setiap orang harus meyakini sesuatu dalam hidup ini—keberanian, naluri anda, nasib, kehidupan, karma, apa saja. Pendekatan ini tak pernah mengecewakan, dan membuat perbedaan dalam hidupku, kata Jobs. Dia juga percaya bahwa segala sesuatu karena suatu tujuan, dan bahkan ketika kita sulit melihat tujuannya pada saat ini, kita hanya perlu menenangkan diri sejenak dan berkeyakinan teguh bahwa segalanya pasti ada jalan keluarnya. Job juga sangat yakin bahwa memercayai keputusan yang telah diambilnya sangat penting, meskipun sulit namun akan memberikan hasil yang luar biasa.
Kebersediaan Jobs untuk mengambil jalan yang jarang dilalui orang lain membawanya tiba lebih dahulu dibandingkan para pesaingnya.
Dogma terkadang dapat mengunci kreativitas, karena itu Jobs membagikan nilai-nilai dan keyakinannya tentang hal ini. "Jangan terjebak oleh dogma, maksud saya ialah hidup berpatokan pada pemikiran orang lain. " Selanjutnya dia mengatakan: "Don't let the noise of others' opinions drown out your own inner voice. Instead, everyone should have the courage to follow their heart and intuition; they somehow already know what you truly want to become."
Jobs menyadari betapa pentingnya waktu ketika dia didiagnosa mengidap kanker pankreas pada tahun 2004 yang lalu. Dokternya memvonis umurnya tinggal tiga atau empat bulan lagi. Untunglah, setelah diperiksa dengan biopsy hari itu, kankernya ternyata jenis yang tidak umum dan dapat disembuhkan melalui tindakan operasi.
Identity (Identitas):
Jobs dikenal sebagai perfeksionis yang selalu mengutamakan kesempurnaan. Selain pengusaha yang sukses, Jobs merupakan "family man". Siapakah dirinya menurut seorang Jobs? Banyak legacy yang dapat kita jadikan sumber inspirasi dan teladan. Saya teringat ketika membaca buku yang ditulis John Scully 20 tahun lebih yang lalu, saat pertama saya mengenal identitas Steve Jobs. Saya sangat menyenangi buku tersebut, tapi tetap mengagumi sosok inovator Steve Jobs (walaupun waktu itu belum tahu dia akan "come back" ke Apple Company).
Spiritual atau Tujuan
Mungkin pidatonya di depan wisudawan Stanford University musim panas 2005 yang lalu pantas kita baca dan renungkan sambil membaca doa mengiringi perjalanannya ke dunia spirit. "Remembering that I'll be dead soon is the most important tool I've ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything – all external expectations, all pride, all fear of embarrassment or failure – these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important."
Memanfaatkan waktu untuk kehidupan personal dan profesional telah dibuktikan oleh Steve Jobs dengan menghasilkan berbagai inovasi baru dan membawa Apple Company di puncak kesuksesan tujuh tahun terakhir ini. Semestinya dia juga telah mewujudkan berbagai mimpi menjadi kenyataan. Sejak dihadapkan pada maut, Jobs telah mendapatkan aspirasi baru tentang apa yang dapat dicapainya dalam hidup ini. "Remembering that you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart."
Selamat jalan, Steve Jobs. Dunia akan kehilangan seorang jenius seperti Anda. Namun dunia pun akan terus bermimpi dan berinovasi karena kau telah memberi inspirasi.
__,_._,___